Setiap tanggal 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia sebagai momentum untuk mengingatkan pentingnya menghormati dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia. Namun, di Indonesia, peringatan ini seringkali diwarnai dengan tuntutan untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
Sejak reformasi tahun 1998, Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang memilukan, seperti Tragedi 1998, Konflik Poso, Tragedi Tanjung Priok, Tragedi Semanggi I dan II, serta Tragedi Trisakti. Meskipun telah berlalu puluhan tahun, kasus-kasus tersebut masih belum terselesaikan dengan adil dan transparan.
Para korban dan keluarga korban dari kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut terus memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan keadilan. Mereka menuntut pemerintah dan lembaga terkait agar bertanggung jawab dan melakukan proses hukum yang adil terhadap para pelaku pelanggaran HAM.
Salah satu tuntutan utama adalah pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc yang memiliki kewenangan untuk mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Meskipun Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah dibentuk, namun hingga kini belum ada satu pun kasus yang berhasil diselesaikan melalui mekanisme tersebut.
Selain itu, tuntutan untuk menghentikan segala bentuk impunitas juga terus disuarakan. Impunitas merupakan hambatan utama dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM, karena para pelaku tidak pernah diadili dan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Di Hari HAM Sedunia ini, mari kita bersama-sama mendukung tuntutan para korban dan keluarga korban untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Keadilan dan kebenaran harus menjadi pijakan utama dalam menegakkan HAM di tanah air. Semoga dengan peringatan Hari HAM Sedunia ini, pemerintah dan lembaga terkait dapat memberikan respons yang nyata dan tindakan konkret untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih menggantung hingga saat ini. Selamat Hari HAM Sedunia!
